Pentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya Politik

apa itu sosialisasi politik dan budaya politik

Pentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya Politik

Sosialisasi politik merupakan dimana seseorang dapat mengetahui berbagai macam pengetahuan dari interaksi dengan lingkungan masyarakatnya, baik pengetahuan moral, nilai-nilai dan pola sikap perilaku politiknya.

Sosialisasi politik juga dapat diartikan sebagai suatu proses internalisasi nilai pengenalan dan juga pemeliharaan, pencitraan, dan pemahaman serta juga sebuah proses eksternalisasi nilai- nilai dan pedoman politik dari suatu individu atau kelompok ke individu atau kelompok yang lain.

Proses sosialisasi politik juga dapat terjadi melalui kelompok-kelompok senggang dan media massa. Proses yang terjadi melalui media masa dapat sangat mempengaruhi individu-individu dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan, media massa banyak memberitakan situasi politik suatu negara secara berkesinambungan, sehingga dapat berpengaruh secara luas.

Agen-agen sosialisasi tersebut menghasilkan atau membentuk suatu pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap politik suatu individu dan kelompok dalam suatu masyarakat. Pengetahuan, nilai dan sikap tersebut dapat membentuk kepribadian seseorang dan memengaruhi daya pikir politiknya. Pengalaman-pengalaman individu tersebut juga dapat mempengaruhi kepribadian pada diri seseorang.

Pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, kepribadian dan pengalaman bersifat timbal balik dan saling berhubungan secara terus-menerus. Jadi dapat disimpulkan bahwa, sosialisasi politik adalah sebuah proses dengan mana individu-individu bisa memperoleh sebuah pengetahuan, nilai-nilai, dan juga sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa tersebut tidak akan bisa menjamin bahwa masyarakat akan setuju untuk mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal tersebut mungkin bisa saja terjadi. Dikarenakan hal tersebut bisa saja membuat pengingkaran terhadap legitimasi.

Apabila legitimasi itu disertai dengan sikap saling bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi tersebut disamakan dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tak mungkin yang akan dihasilkan stagnasi.

Makna Sosialisasi Kesadaran Politik 

Banyak ilmuwan politik menemukan hakikat pengertian dan batasan sosialisasi politik yang satu dengan lainnya tak jauh berbeda. Menurut pandangan Alfian, ada (dua) hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut:
  • Sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
  • Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang dimana berupa pengajaran secara langsung dengan cara melibatkan komunikasi, nilai-nilai, informasi, ataupun juga berbagai perasaan mengenai politik dengan cara yang tegas.

Proses itu berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, dan media massa atau kontak politik langsung. Ada dua alasan yang melatarbelakangi, sehingga sosialisasi politik menjadi kajian dalam politik kenegaraan:
  • Sosialisasi politik bisa juga berfungsi untuk memelihara agar suatu sistem dapat berjalan dengan positif dan baik.
  • Sosialisasi politik ingin menunjukkan relevansinya dengan sistem politik dan data mengenai orientasi anak-anak terhadap budaya politik orang dewasa, dan pelaksanaannya di masa mendatang mengenai sistem politik.

Mekanisme Sosialisasi Budaya Politik 

Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan, seperti "keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinya, kebaikan serta kebersihan rakyatnya.

Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia setidaknya sekitar sembilan dan juga sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang bersifat lebih abstrak, seperti demokrasi, pemberian suara, kebebasan sipil, serta juga peranan warga negara dalam sistem politik. Perlu untuk diketahui bahwa Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangatlah penting.

Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis juga mengatakan bahwa setidaknya ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden, dan polisi. 
  • Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu pejabat pemerintah dan juga pejabat swasta.
  • Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), Mahkamah Agung, dan pemungutan suara (pemilu)
  • Perkembangan pembedaan antara institusi- institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi- institusi ini.

Salah satu penelitian secara khusus telah dilakukan dengan tujuan untuk menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi untuk orang tua di Rusia. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:
  • Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
  • Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
  • Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
  • Penyesuaian diri; bergaul dengan baik, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.
  • Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
  • Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.

Adapun dari berbagai cara perantara dalam sosialisasi politik di atas, disini akan dibahas tiga contoh:

A. Keluarga
Keluarga adalah wadah sosialisasi nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif. Dalam keluarga orang tua dan anak sering melakukan percakapan ringan tentang segala hal yang menyangkut politik. Secara tidak langsung sudah terjadi transfer pengetahuan politik kepada anak.

B. Sekolah
Disekolah melalui pelajaran Civies Education (pendidikan kewarganegaraan) siswa dan guru bertukar informasi dan berinteraksi membahas topik-topik yang mengandung nilai-nilai politik tertulis dan praktis. Maka siswa mudah menerima pengetahuan berpolitik sejak dini dan nilai-nilai politik yang benar.

C. Partai Politik
Salah satu fungsi partai adalah memainkan peran agen sosialisasi politik. Dengan artian, partai politik telah merekrut para anggota kader dan juga simpatisannya untuk mampu menanamkan nilai-nilai serta juga norma-norma dari satu generasi sampai ke generasi berikutnya saat kampanye maupun secara periodik.

Fungsi dan Peranan Partai Politik

Partai Politik merupakan unsur utama dalam budaya politik di suatu negara. Kehidupan politik ditentukan dengan dalam suatu negara kepentingan partai politik yang berdiri. Semakin banyak partai yang ada maka semakin banyak pula kepentingan politik yang mempengaruhi budaya politik. Sistem politik dalam suatu negara juga ditentukan dengan jumlah partai yang berdiri. Misalnya, pada sistem politik demokrasi maka dibutuhkan minimal dua partai yang bertarung dalam politik.

Keadaan demikian sudah menjadi tatanan budaya politik yang ideal dimana ada partai pemerintah dan adapula yang disebut sebagai partai oposisi. Untuk membahas lebih mendalam tentang Partai Politik maka dapat dipahami pada pembahasan dibawah ini:

A. Pengertian Partai Politik Secara umum
pengertian partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota- anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan dari dibentuknya kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan juga untuk merebut kedudukan politik (secara konstitusional) untuk melaksanakan kebljaksanaan-kebijaksanaan yang mereka miliki. Berikut ini beberapa definisi mengenai partai politik:
  • UU No. 31 tahun 2002 yang menuliskan tentang partai politik mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sebuah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak serta juga cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat, bangsa, anggota, dan negara melalui pemilihan umum.
  • R.H. Soltan juga mengungkapkan bahwa, partai politik merupakan kumpulan dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang dimana mereka bertindak sebagai suatu kesatuan politik dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih dengan maksud menguasai pemerintah serta juga melaksanakan kebijaksanaan umum yang mereka miliki. 

B. Fungsi Partai politik Partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, antara lain:
  • Sebagai sarana komunikasi politik ialah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat serta mengatur agar perbedaan pendapat itu berkurang. 
  • Sebagai sarana sosialisasi politik, ialah proses melalui cara-cara tertentu sehingga seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
  • Sebagai sarana perekrutan politik, ialah mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif dalam kegiatan partai sebagai anggota atau kader partai politik. 
  • Sebagai sarana pengatur konflik, ialah usaha partai politik untuk mengatasi dan mengelola konflik dalam masyarakat, sehingga konflik tidak merusak persatuan dan kesatuan.

C. Peranan partai politik Partai politik merupakan saluran utama untuk memperjuangkan kehendak rakyat, bangsa, dan negara sekaligus kondensasi sebagai sarana kepemimpinan rekrutmen nasional. Oleh karena itu, peserta pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pemutusanya dilaksanakan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik atau kesepakatan antarpartai yang bergabung.

Landasan Partisipasi Politik

Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu ataupun juga kelompok yang melaksanakan kegiatan partisipasi politik. Hunington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini menjadi:
  • Kelas, yaitu individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa. 
  • Kelompok atau komunal, yaitu individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.
  • Lingkungan, yaitu individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
  • Partai, yaitu seluruh individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama dimana mereka berusaha untuk bisa meraih ataupun juga mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan juga legislatif pemerintahan.
  • Golongan atau faksi, yaitu individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patronclient, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat. 


Komunikasi Politik Pada Umumnya

Dalam sistem politik, adanya komunikasi politik dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses politik lain biasanya memilih tindakan-tindakan tertentu yang berbeda satu sama lain. Tindakan tersebut biasanya sangat khas dan dimaksudkan untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing. Secara umum pula, tindakan tersebut tercermin melalui perilaku politik, yaitu tingkah laku para aktor politik dan warga negara yang berperan sebagai kader maupun insan partai bersangkutan dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik secara kolektif.

Sementara itu, kepentingan seseorang atau suatu kelompok dapat diketahui oleh pihak lain dan dijadikan sebagai pokok bahasan maka diperjuangkan adanya komunikasi dalam sistem politik.
Komunikasi politik adalah semua kegiatan dalam sistem politik, memiliki maksud dan tujuan agar aspirasi dan kepentingan politik warga negara diakomodasikan menjadi berbagai kebijakan politik. Dengan demikian, akan terlihat bahwa masyarakat politik bukanlah sebuah masyarakat yang statis tetapi justru masyarakat yang dinamis.

Pada perkembangan selanjutnya, jika kehidupan masyarakat politik secara berkesinambungan berkembang semakin demokratis dengan memperhatikan aspirasi dan keinginan masyarakat secara keseluruhan, maka kerangka demokrasi secara damai dan berdasarkan hukum yang adil dan berpihak kepada kebenaran akan tercapai secara optimal.

Pada lingkungan politik praktis, setiap kelompok yang berkepentingan bisa dibedakan berdasarkan struktur dan sistem organisasi, gaya politik, sumber pembiayaan, dan basis dukungan serta dapat pula diorganisasikan berdasarkan keanggotaan kesukuan, ras, etnis, agama, maupun isu-isu kebijakan pemerintah yang sudah dan sedang berkuasa. Adapun jenis-jenis kelompok kepenyimpangan yang terjadi dalam komunikasi politik, antara lain sebagai berikut:

A. Kelompok Anomik Kelompok
anomik adalah kelompok yang terbentuk dari unsur-unsur masyarakat secara spontan tanpa terencana, sebagai akibat dari adanya isu kebijakan pemerintah, agama, politik dan sebagainya. Karena tidak mempunyai nilai-nilai dan juga norma yang mengatur, maka dari itu kelompok ini sering mengalami tumpang tindih (overlaying) dengan berbagai bentuk partisipasi politik nonkonvensional, seperti adanya peristiwa demokrasi massa, kerusuhan massal serta tindakan kekerasan dan intervensi.

B. Kelompok Non-asosiasional Kelompok non-asosiasional
adalah kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi. Kelompok ini kurang terorganisasi dengan baik dan mempunyai kecenderungan muncul dari masyarakat yang belum maju. Misalnya, adanya kericuhan masyarakat, pemakaian bahasa pengantar dalam lembaga pendidikan, lingkungan hidup yang tercemar.

C. Kelompok Institusional Kelompok institusional
adalah kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi-fungsi politik atau sosial. Mereka dapat menyatakan kepentingan sendiri ataupun mewakili kelompok lain dalam masyarakat. Kelompok institusional banyak didukung bahkan memiliki anggota yang berasal dari unsur partai politik, koperasi bisnis, badan legislatif, militer, birokrasi, dan keagamaan yang bertujuan untuk kepentingan pelobian terhadap pemerintah.
Misalnya fraksi-fraksi dalam lembaga legislatif, personal perwira militer, departemen, dan ideologis partai.

D. Kelompok Asosiasional Kelompok asosiasional merupakan kelompok yang menyatakan kepentingan searah khusus, memakai tenaga professional, dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan masyarakat, kelompok asosiasional yang dimaksud mencakup serikat buruh, kamar dagang atau perkumpulan usahawan, paguyuban etnik, dan kelompok keagamaan.
Berbagi
Suka dengan artikel ini? Ajak temanmu membaca :D
Posting Komentar