Pengertian, Bentuk, Dan Contoh Budaya Politik Partisipan

contoh budaya politik partisipan beserta bentuknya

Pengertian Politik Partisipan

Politik Partisipan adalah orang yang ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Budaya politik dalam suatu masyarakat tidaklah lahir dengan sendirinya. Orientasi pendidikan politik yang menimbulkan kesadaran dan juga partisipasi politik tentu akan ikut mewarnai budaya politik yang lahir. Oleh karena itu, rangkaian budaya politik lebih baik menuju ke tingkat yang mapan (budaya partisipasi yang sesuai dengan etika dan norma-norma dalam masyarakat suatu negara).

Miriam Budiardjo sendiri mengatakan pada buku hasil tulisannya yang berjudul "Dasar-Dasar Ilmu Politik" bahwa partisipasi politik merupakan salah satu kegiatan seseorang dalam partai politik Partisipasi politik yang meliputi seluruh aktivitas seseorang untuk turut serta di dalam proses pemilihan para pemimpin politik dan juga turut serta secara tidak langsung maupun langsung dalam penetapan kebijaksanaan umum, serta juga penetapan kebijakan pembangunan nasional.

Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi rakyat dalam pembangunan nasional mutlak diperlukan. Untuk mencapai sarana tersebut, dibutuhkan sebuah wadah untuk bisa menyampaikan aspirasi rakyat sehingga bisa menyalurkan gagasan dan prakarsanya dalam pembangunan nasional. Organisasi sosial politik dan kemasyarakatan merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat, aspirasi dan dukungan terhadap program pembangunan yang sedang dijalankan. Selain itu, organisasi ini diharapkan pula dapat menjadi media yang handal bagi proses pembinaan rakyat sebagai warga negara yang baik.

Bentuk-bentuk Budaya Partisipan

Partisipan politik adalah penentuan sikap dan keterlibatan setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai cita-cita bangsanya. Bentuk-bentuk partisipan politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non konvensional.
Menurut Almond, bentuk-bentuk politik dibedakan:
A. Konvensional
  • Pemberian suara (voting)
  • Diskusi kelompok
  • Kegiatan kampanye
  • Membentuk dan bergabung dalam ke- lompok kepentingan
  • Komunikasi individual dengan pejabat politik/administratif
  • Pengajuan petisi 


B.Non Konvensional
  • Demokrasi
  • Konfrontasi
  • Mogok
  • Tindak kekerasan politik terhadap pemboman, harta benda, perusakan, serta juga pembakaran
  • Tindak kekerasan politik terhadap manusia penculikan, pembunuhan
  • Perang gerilya/revolusi

C. Budaya politik yang tidak sesuai dengan semangat pembangunan politik bangsa.
Seiring dengan berkembangnya kesadaran politik, suatu warga negara dalam negara maka akan membantu negara tersebut dalam pembangunan politik bangsa. Kesadaran politik menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas negara menyeluruh dan kompleks.
Tetapi dalam kenyataannya, terdapat budaya politik warga negara yang tidak sesuai dengan semangat pembangunan politik bangsa sehingga menghambat terwujudnya tujuan dari bangsa dan negara.
Adapun contoh budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan politik bangsa antara lain:
  • Terjadi demonstrasi yang dapat mengganggu ketentraman umum. 
  • Timbulnya konflik di berbagai wilayah yang dipicu oleh adanya perbedaan dan ketidakadilan. 
  • Tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu. 
  • Aksi mogok oleh elemen masyarakat. 
  • Berbagai macam tindak pelanggaran hak asasi manusia.

D. Budaya politik partisipan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara Bila dihubungkan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara, partisipasi politik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai wujud tanggung jawab negara yang berkesadaran politik tinggi dan baik.
Contoh budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara antara lain:
  • Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. 
  • Menciptakan disiplin dalam segala aspek kehidupan. 
  • Berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan. 
  • Menggunakan hak pilih dengan sebaik baiknya. 
  • Bermusyawarah untuk menyelesaikan segala permasalahan. 
  • Taat dan patuh pada aturan yang berlaku. 

Adapun contoh lain dari budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara antara lain sebagai berikut:
  1. Kritis memilih partai politik, anggota parlemen (DPD, dan juga DPR atau DPRD).
    Sikap kritis dalam pemilu juga harus diarahkan pada partai politik, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan anggota legislatif, mulai dari tingkat pusat sampai dengan kabupaten/kota.
  2. Kritis memilih presiden dan juga wakil presiden
    Kritisme atas pemilihan presiden serta juga wakil presiden agar para wakil dan juga presiden lebih menekankan pada kualitas diri calon yang akan dipilih tersebut, baik itu dari segi visi kebersihan dari praktik korupsi, maupun kenegaraan, kolusi kredibilitas moral, amanah, kapabilitas, dan nepotisme. Oleh karena itu, masyarakat pemilih perlu mengetahui terlebih dahulu track record calon presiden dan wakil presiden. 
  3. Kritisme dalam mewujudkan pemilu Luber dan Jurdil (Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur Adil) Pemilu yang Luber dan Jurdil merupakan suatu harapan dari segenap rakyat Indonesia sekaligus juga merupakan salah satu perwujudan dari pemilu yang demokratis. Oleh karena itu, sikap kritis dari pemilih dan warga negara Indonesia sangat diperlukan untuk mewujudkan pemilu yang Luber dan Jurdil. Untuk itu diperlukan persyaratan minimal, di antaranya sebagai berikut:

A. Peraturan perundangan yang mengatur pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya kecurangan ataupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu.
B. Peraturan pelaksanaan pemilu yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya kecurangan ataupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu
C. Badan/lembaga penyelenggaraan maupun panitia pemilu baik di tingkat pusat maupun daerah harus bersifat mandiri dan independen.
D. Partai politik peserta pemilu memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.
E. Lembaga/organisasi/jaringan pemantau pemilu harus terlibat aktif dalam suatu proses tahapan pemilu, dan lain-lain.
Berbagi
Suka dengan artikel ini? Ajak temanmu membaca :D
Posting Komentar